A.Pengertian
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler dan neurologis. DM terjadi akibat tubuh tidak menghasilkan/memakai insulin sebagaimana mestinya. DM biasanya karena faktor genetik dan obesitas.
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi. (Brunner dan Suddarth, 2002).
B. Pathofisiologi
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa/produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol, akibat rendahnya produk insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel akan starvasi. Bila kadar meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan menimbulkan diuresi sehingga pasien banyak minum (polidipsi). Glukosa terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan meningkat (poliphagi). Akibat sel-sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membran sel, maka pasien akan cepat lewat.
C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1.Pemeriksaan gula darah
Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.
2.Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil dari glikolisis normal.
3.Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin timbul pada pasien DM:
Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuri dan dehidrasi
Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktifitas jasmani
Kurang pengetahuan tentang informasi/keterampilan perawatan mandiri diabetes
Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik atau faktor-faktor sosial
Ansietas berhubungan dengan hilang kandali, perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang penyakit diabetes, ketakutan terhadap komplikasi diabetes.
F. Intervensi
DP
Tujuan
Intervensi
Rasional
Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuri dan dehidrasi
Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktifitas jasmani
Kurang pengetahuan tentang informasi/keterampilan perawatan mandiri diabetes
Defisit cairan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH dapat menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit
Nutrisi tercukupi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH
dapat mengendalikan kadar glukosa darah yang optimal
dapat meningkatkan kembali berat badan
dpt melakukan aktifitas perawatan mandiri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH Dapat mengetahui tentang perawatan mandiri
TTV untuk mendeteksi adanya tanda dehidrasi.
Berikan asupan cairan peroral
Berikan elktrolit dan cairan intravena menurut resep dokter
berikan diit untuk pengendalian glukosa darah
berikan makanan sesuai dengan resep dokter
berikan macam-macam posisi tidur
Berikan pendkes pada pasien dan keluarga
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Memperbaiki asupan nutrisi
agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan makan
agar tidak terjadi dekubitus jika lama berbaring
Agar mengetahui perawatan mandiri diabetes
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
Senin, 06 April 2009
Tonsilofaringitis akut
A.DEFINISI
Tonsilofaringitis akut adalah peradangan pada tonsil dan faring yang masih bersifat ringan. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997 )
Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsilitis akut yang ditemukan bersama – sama. ( Efiaty, 2002 )
B.ETIOLOGI
Penyebab tonsilofaringitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu :
1.Streptokokus Beta Hemolitikus
2.Streptokokus Viridans
3.Streptokokus Piogenes
4.Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections )
C.PROSES PATOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tonsilofaringitis akut adalah :
1.nyeri tenggorok
2.nyeri telan
3.sulit menelan
4.demam
5.mual
6.anoreksia
7.kelenjar limfa leher membengkak
8.faring hiperemis
9.edema faring
10.pembesaran tonsil
11.tonsil hiperemia
12.mulut berbau
13.otalgia ( sakit di telinga )
14.malaise
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1.Leukosit : terjadi peningkatan
2.Hemoglobin : terjadi penurunan
3.Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
E.KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilofaringitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :
1.tonsilofaringitis kronis
2.otitis media
F.PENATALAKSANAAN
Penanganan pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1.penatalaksanaan medis
antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin dll
antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
analgesik
2.penatalaksanaan keperawatan
kompres dengan air hangat
istirahat yang cukup
pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
kumur dengan air hangat
pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
G.FOKUS PENGKAJIAN
1.keluhan utama
sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
2.riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll
3.riwayat kesehatan lalu
riwayat kelahiran
riwayat imunisasi
penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
riwayat hospitalisasi
4.pengkajian umum
usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
5.pernafasan
kesulitan bernafas, batuk
ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
6.nutrisi
sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang
7.aktifitas / istirahat
anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
8.keamanan / kenyamanan
kecemasan anak terhadap hospitalisasi
H.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1.hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
2.nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
3.resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
4.intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5.gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii
I.FOKUS INTERVENSI
1.DP : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
Intervensi :
Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak
Pantau suhu lingkungan
Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien
Berikan kompres hangat
Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari )
Kolaborasi pemberian antipiretik
2.DP : nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
Intervensi :
Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi )
Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak
Kolaborasi pemberian analgetik
3.DP : resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
Intervensi :
Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
Timbang BB tiap hari
Berikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk yang menarik
Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan anak
4.DP : intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas
Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
5.DP : gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii
Intervensi :
Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien
Lakukan irigasi telinga
Berbicaralah dengan jelas dan pelan
Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan dalam berkomunikasi
Kolaborasi pemeriksaan audiometri
Kolaborasi pemberian tetes telinga
Tonsilofaringitis akut adalah peradangan pada tonsil dan faring yang masih bersifat ringan. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997 )
Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsilitis akut yang ditemukan bersama – sama. ( Efiaty, 2002 )
B.ETIOLOGI
Penyebab tonsilofaringitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu :
1.Streptokokus Beta Hemolitikus
2.Streptokokus Viridans
3.Streptokokus Piogenes
4.Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections )
C.PROSES PATOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tonsilofaringitis akut adalah :
1.nyeri tenggorok
2.nyeri telan
3.sulit menelan
4.demam
5.mual
6.anoreksia
7.kelenjar limfa leher membengkak
8.faring hiperemis
9.edema faring
10.pembesaran tonsil
11.tonsil hiperemia
12.mulut berbau
13.otalgia ( sakit di telinga )
14.malaise
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1.Leukosit : terjadi peningkatan
2.Hemoglobin : terjadi penurunan
3.Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
E.KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilofaringitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :
1.tonsilofaringitis kronis
2.otitis media
F.PENATALAKSANAAN
Penanganan pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1.penatalaksanaan medis
antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin dll
antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
analgesik
2.penatalaksanaan keperawatan
kompres dengan air hangat
istirahat yang cukup
pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
kumur dengan air hangat
pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
G.FOKUS PENGKAJIAN
1.keluhan utama
sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
2.riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll
3.riwayat kesehatan lalu
riwayat kelahiran
riwayat imunisasi
penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
riwayat hospitalisasi
4.pengkajian umum
usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
5.pernafasan
kesulitan bernafas, batuk
ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
6.nutrisi
sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang
7.aktifitas / istirahat
anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
8.keamanan / kenyamanan
kecemasan anak terhadap hospitalisasi
H.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1.hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
2.nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
3.resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
4.intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5.gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii
I.FOKUS INTERVENSI
1.DP : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
Intervensi :
Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak
Pantau suhu lingkungan
Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien
Berikan kompres hangat
Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari )
Kolaborasi pemberian antipiretik
2.DP : nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
Intervensi :
Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi )
Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak
Kolaborasi pemberian analgetik
3.DP : resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
Intervensi :
Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
Timbang BB tiap hari
Berikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk yang menarik
Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan anak
4.DP : intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas
Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
5.DP : gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii
Intervensi :
Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien
Lakukan irigasi telinga
Berbicaralah dengan jelas dan pelan
Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan dalam berkomunikasi
Kolaborasi pemeriksaan audiometri
Kolaborasi pemberian tetes telinga
KISTOMA OVARI
A.PENGERTIAN
Kistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas (Winkjosastro. et.all. 1999).
Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein, tumor ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.
B.ETIOLOGI
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu : (Ignativicus, bayne, 1991)
1.Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan progresterone diantaranya adalah :
a.Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks
b.Kista fungsional
Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone setelah ovulasi.
Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.
Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
2.Kista neoplasma (Winjosastro. et.all 1999)
a.Kistoma ovarii simpleks
Adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista
b.Kistodenoma ovarii musinoum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang lain
c.Kistodenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium)
d.Kista Endrometreid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
e.Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
f.Kista endrometroid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
g.Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis
C.PATHOFISIOLOGI
1.Kista non neoplasma (Ignativicius bayne, 1991)
a.Kista non fungsional
Kista inkulasi dalam konteks yang dalam timbul ivaginasi dan permukaan epitelium yang berkurang. Biasanya tunggal atau multiple, berbentuk variabel dan terbatas pada cuboidal yang tipis, endometri atau epitelium tuba berkurang 1 cm sampai beberapa cm.
b.Kista fungsional
i.Kista folikel, kista di bentuk ketika folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Bila ruptur menyebabkan nyeri akut pada pelvis, evaluasi lebih lanjut dengan USG atau laparaskopi. Operasi dilakukan pada wanita sebelum pubertas, setelah menopause atau kista lebih dari 8 cm.
ii.Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progresterone setelah ovulasi. Ditandai dengan keterlambatan menstruasi atau menstruasi yang panjang, nyeri abdomen bawah pelvis. Jika ruptur perdarahan intraperitorial, terapinya adalah operasi ooverektomi.
iii.Kista tuba lutein, ditemui pada kehamilan mola, terjadi pada 50 % dari semua kehamilan dibentuk sebagai hasil lamanya stimulasi ovarium, berlebihnya HCG. Tindakanya adalah mengangkat mola.
iv.Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium dengan produk kista yang banyak. Hiperplasi endometrim atau kariokarsinoma dapat terjadi pengobatan dengan kontrasepsi oral untuk menekan produksi 1.11dan oovorektomi.
2.Kista Neoplasma Jinak (Winkjosastro.et.all. 1999).
a.Kistoma ovarii simpleks. Kista ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi (putaran tingkai). Diduga kista ini adalah jenis kista denoma serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista. Tindakannya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.
b.Kistoderoma ovarii musinosum. Asal kista ini belum pasti, namun diduga berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya 1 elemen mengalahkan elemen yang lain atau berasal dari epitel germinativum.
c.Kristoderoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium). Bila kista terdapat implantasi pada peritoneum disertai asites maka harus dianggap sebagai neoplasma yang ganas dan 30 % sampai 50 % akan mengalami keganasan.
d.Kista endrometroid. Kista biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel yang menyerupai lapisan epitel endometrium,
e.Kista dermoid. Pada suatu teratoma kistik yang jinak dimana struktur-struktur ektoderma dengan deferensiasi sempurna seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebastea putih menyerupai lemak nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen aktoderm. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
D.GAMBARAN KLINIS
Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukan adanya gejala sampai periode wamtu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa sebah pada perut dan timbul benjol pada perut.
Pada umumnya kista denoma ovarii serosim tak mempunyai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kista denoma musinosu,. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena ovarium pun dapat berbentuk multivokuler. Meskipun lazimnya berongga satu, warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler kedalam rongga kista sebesar 0 % dan keluar pada permukaan kista sebesar 5 % isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiripun kecil tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma).
E.PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan (long. 1996).
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1.Fase I
Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak terbentuk fibrin yang menumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik.
2.Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai kolagen serabut protein putih semua lapisan sel epitel bergenerasi dalam satu minggu, jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan liasanya bedah.
3.Fase III
Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak menggunakan otot yang terkena.
4.Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, pasien akan mengeluh, gatal disekitar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka dan akan terjadi ceruk yang berlapis putih.
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kadang kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Pola aktifitas klien di rumah setelah pemulangan (long, 1996) :
Berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu dirumah, tetapi tidak boleh mengendarai / menyetir untuk 3-4 minggu.
Hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis.
Aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi.(Long, 1996)
G.DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI
1.Resiko aspirasi b. d penurunan kesadaran (Carpenito, 2001).
Tujuan : tidak terjadi aspirasi yang b.d. penurunan kesadaran
KH : tidak mengalami aspirasi, pasien dapat mengungkapkan tindakan untuk menghindari aspirasi
Intervensi :
a.Perthankan posisi baring miring jika tidak ada kontra indikasi karena udara.
b.Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang menyumbat jalan nafas.
c.Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada kontraindikasi.
d.Kebersihan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tissu atau penghisap dengan perlahan-lahan
e.Kaji kembali dengan sering adanya obstruksi benda-benda dari mulut dan tenggorokan.
2.Resiko injur b.d. penurunan kesadaran (Carpenito, 1995)
Tujuan : tidak terjadi injuri b.d. penurunan kesadaran
KH : GCS normal (E4, V5, M6)
Intervensi :
a.Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman terpasang
b.Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
3.Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen b.d. insisi abdomen (long, 1996)
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
KH : Skala nyeri 0, pasien mengungkapkan nyeri berkurang, TTV normal.
Intervensi :
a.Jelaskan penyebab nyeri pada pasien
b.Kaji skala nyeri pasien
c.Ajarkan teknik distraksi selama nyeri
d.Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.
e.Berikan obat analgesik sesuai program.
f.Evaluasi efektifitasnya setelah 30 menit pemberi obat analgesik.
4.Resiko infeksi b.d. infeksi kuman sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 1995).
Tujuan : tidak terjadi infeksi
KH : Tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit )
Intervensi :
a.Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV.
b.Gunakan teknik antiseptik dalam merawat pasien.
c.Instruksikan keluarga dan orang lain untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien.
d.Tingkatkan asupan makanan yang bergizi.
e.Berikan terapi antibiotik sesuai program.
5.Resiko konstipasi b.d. pembedahan abnormal (Doengoees, 2000).
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
KH : Peristaltik usus bormal (5-35x/menit), pasien menunjukan pola eliminasi seperti biasanya.
Intervensi :
a.Monitor peristaltic usu, karakteristik feses dan frekuensinya.
b.Dorong pemasukan cairan adekua, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai.
c.Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
6.Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, BAK, BAB, berpakaian) d.b. keletihan pasca operasi dan nyeri. (Carpenito, 2001).
Tujuan : kebersihan diri pasien terpenuhi
KH : pasien dapat berpartisipasi secara fisik maupun verbal dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya.
Intervensi :
a.Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaanya tentang kurangnya kemampuan perawatan diri.
b.Berikan bantuan dalam perawatan diri pasien.
7.Cemas d.b. kurangnya informasi (Doengoes, 2000).
Tujuan : pasien mengetahui tentang efek samping dari operasinya
KH : pasien mengatakan memahami tentang kondisinya
Intervensi :
a.Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa depan.
b.Diskusikan dengan lengkap tentang masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhannya.
c.Diskusikan melakukan kembali aktifitasnya.
d.Identifikasi keterbatasan individu.
e.Idendifikasi kebutuhan diet
f.Dorong minum obat yang diberikan secara rutin
g.Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
DAFTAR PUSTAKA
Capenito, LJ.(2001). Buku Saku Keperawatan, Edisi VIII. Penerjemah Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Vol.3. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro.et.all. (1999). Ilmu kandungan, Edisi II. Jakarta : YBP SP
Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi II, USA. The CV Mousby Company
Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi III, USA. The CV Mousby Company
Ropper, Nancy. (1996). Prinsip-prinsip Keperawatan. Alih bahasa Andry Hartono Yogyakarta. Yayasan Essentia Medika
Ignatividus Donna, Bayne Varner Marihenn (1991). Medical Surgical Nursing : Anurse Process Approch. USA : W.B. Sounders Company.
Farrer, Helen. (2001). Maternity Care, Edisi II. Jakarta: EGC.
Kistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas (Winkjosastro. et.all. 1999).
Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein, tumor ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.
B.ETIOLOGI
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu : (Ignativicus, bayne, 1991)
1.Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan progresterone diantaranya adalah :
a.Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks
b.Kista fungsional
Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone setelah ovulasi.
Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.
Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
2.Kista neoplasma (Winjosastro. et.all 1999)
a.Kistoma ovarii simpleks
Adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista
b.Kistodenoma ovarii musinoum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang lain
c.Kistodenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium)
d.Kista Endrometreid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
e.Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
f.Kista endrometroid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
g.Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis
C.PATHOFISIOLOGI
1.Kista non neoplasma (Ignativicius bayne, 1991)
a.Kista non fungsional
Kista inkulasi dalam konteks yang dalam timbul ivaginasi dan permukaan epitelium yang berkurang. Biasanya tunggal atau multiple, berbentuk variabel dan terbatas pada cuboidal yang tipis, endometri atau epitelium tuba berkurang 1 cm sampai beberapa cm.
b.Kista fungsional
i.Kista folikel, kista di bentuk ketika folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Bila ruptur menyebabkan nyeri akut pada pelvis, evaluasi lebih lanjut dengan USG atau laparaskopi. Operasi dilakukan pada wanita sebelum pubertas, setelah menopause atau kista lebih dari 8 cm.
ii.Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progresterone setelah ovulasi. Ditandai dengan keterlambatan menstruasi atau menstruasi yang panjang, nyeri abdomen bawah pelvis. Jika ruptur perdarahan intraperitorial, terapinya adalah operasi ooverektomi.
iii.Kista tuba lutein, ditemui pada kehamilan mola, terjadi pada 50 % dari semua kehamilan dibentuk sebagai hasil lamanya stimulasi ovarium, berlebihnya HCG. Tindakanya adalah mengangkat mola.
iv.Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium dengan produk kista yang banyak. Hiperplasi endometrim atau kariokarsinoma dapat terjadi pengobatan dengan kontrasepsi oral untuk menekan produksi 1.11dan oovorektomi.
2.Kista Neoplasma Jinak (Winkjosastro.et.all. 1999).
a.Kistoma ovarii simpleks. Kista ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi (putaran tingkai). Diduga kista ini adalah jenis kista denoma serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista. Tindakannya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.
b.Kistoderoma ovarii musinosum. Asal kista ini belum pasti, namun diduga berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya 1 elemen mengalahkan elemen yang lain atau berasal dari epitel germinativum.
c.Kristoderoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium). Bila kista terdapat implantasi pada peritoneum disertai asites maka harus dianggap sebagai neoplasma yang ganas dan 30 % sampai 50 % akan mengalami keganasan.
d.Kista endrometroid. Kista biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel yang menyerupai lapisan epitel endometrium,
e.Kista dermoid. Pada suatu teratoma kistik yang jinak dimana struktur-struktur ektoderma dengan deferensiasi sempurna seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebastea putih menyerupai lemak nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen aktoderm. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
D.GAMBARAN KLINIS
Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukan adanya gejala sampai periode wamtu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa sebah pada perut dan timbul benjol pada perut.
Pada umumnya kista denoma ovarii serosim tak mempunyai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kista denoma musinosu,. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena ovarium pun dapat berbentuk multivokuler. Meskipun lazimnya berongga satu, warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler kedalam rongga kista sebesar 0 % dan keluar pada permukaan kista sebesar 5 % isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiripun kecil tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma).
E.PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan (long. 1996).
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1.Fase I
Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak terbentuk fibrin yang menumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik.
2.Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai kolagen serabut protein putih semua lapisan sel epitel bergenerasi dalam satu minggu, jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan liasanya bedah.
3.Fase III
Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak menggunakan otot yang terkena.
4.Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, pasien akan mengeluh, gatal disekitar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka dan akan terjadi ceruk yang berlapis putih.
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kadang kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Pola aktifitas klien di rumah setelah pemulangan (long, 1996) :
Berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu dirumah, tetapi tidak boleh mengendarai / menyetir untuk 3-4 minggu.
Hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis.
Aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi.(Long, 1996)
G.DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI
1.Resiko aspirasi b. d penurunan kesadaran (Carpenito, 2001).
Tujuan : tidak terjadi aspirasi yang b.d. penurunan kesadaran
KH : tidak mengalami aspirasi, pasien dapat mengungkapkan tindakan untuk menghindari aspirasi
Intervensi :
a.Perthankan posisi baring miring jika tidak ada kontra indikasi karena udara.
b.Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang menyumbat jalan nafas.
c.Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada kontraindikasi.
d.Kebersihan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tissu atau penghisap dengan perlahan-lahan
e.Kaji kembali dengan sering adanya obstruksi benda-benda dari mulut dan tenggorokan.
2.Resiko injur b.d. penurunan kesadaran (Carpenito, 1995)
Tujuan : tidak terjadi injuri b.d. penurunan kesadaran
KH : GCS normal (E4, V5, M6)
Intervensi :
a.Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman terpasang
b.Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
3.Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen b.d. insisi abdomen (long, 1996)
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
KH : Skala nyeri 0, pasien mengungkapkan nyeri berkurang, TTV normal.
Intervensi :
a.Jelaskan penyebab nyeri pada pasien
b.Kaji skala nyeri pasien
c.Ajarkan teknik distraksi selama nyeri
d.Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.
e.Berikan obat analgesik sesuai program.
f.Evaluasi efektifitasnya setelah 30 menit pemberi obat analgesik.
4.Resiko infeksi b.d. infeksi kuman sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 1995).
Tujuan : tidak terjadi infeksi
KH : Tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit )
Intervensi :
a.Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV.
b.Gunakan teknik antiseptik dalam merawat pasien.
c.Instruksikan keluarga dan orang lain untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien.
d.Tingkatkan asupan makanan yang bergizi.
e.Berikan terapi antibiotik sesuai program.
5.Resiko konstipasi b.d. pembedahan abnormal (Doengoees, 2000).
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
KH : Peristaltik usus bormal (5-35x/menit), pasien menunjukan pola eliminasi seperti biasanya.
Intervensi :
a.Monitor peristaltic usu, karakteristik feses dan frekuensinya.
b.Dorong pemasukan cairan adekua, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai.
c.Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
6.Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, BAK, BAB, berpakaian) d.b. keletihan pasca operasi dan nyeri. (Carpenito, 2001).
Tujuan : kebersihan diri pasien terpenuhi
KH : pasien dapat berpartisipasi secara fisik maupun verbal dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya.
Intervensi :
a.Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaanya tentang kurangnya kemampuan perawatan diri.
b.Berikan bantuan dalam perawatan diri pasien.
7.Cemas d.b. kurangnya informasi (Doengoes, 2000).
Tujuan : pasien mengetahui tentang efek samping dari operasinya
KH : pasien mengatakan memahami tentang kondisinya
Intervensi :
a.Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa depan.
b.Diskusikan dengan lengkap tentang masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhannya.
c.Diskusikan melakukan kembali aktifitasnya.
d.Identifikasi keterbatasan individu.
e.Idendifikasi kebutuhan diet
f.Dorong minum obat yang diberikan secara rutin
g.Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
DAFTAR PUSTAKA
Capenito, LJ.(2001). Buku Saku Keperawatan, Edisi VIII. Penerjemah Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Vol.3. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro.et.all. (1999). Ilmu kandungan, Edisi II. Jakarta : YBP SP
Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi II, USA. The CV Mousby Company
Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi III, USA. The CV Mousby Company
Ropper, Nancy. (1996). Prinsip-prinsip Keperawatan. Alih bahasa Andry Hartono Yogyakarta. Yayasan Essentia Medika
Ignatividus Donna, Bayne Varner Marihenn (1991). Medical Surgical Nursing : Anurse Process Approch. USA : W.B. Sounders Company.
Farrer, Helen. (2001). Maternity Care, Edisi II. Jakarta: EGC.
diabetes militus
PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
Terjadi defisiensi Insulin kareba gangguan sel beta pankreas, kegemukan, stress. Kegemukan merupakan faktor predisposisi herediter. Kegemukan sering menjadi predisposisi NIDDM, sering muncul pada usia di atas 40 tahun.
ETIOLOGI DM
Pada IDDM biasa karena tidak adekuat produksi pankreas
Pada NIDDM karena terjadi peningkatan kebutuhan insulin
Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas, hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
PROSES BIOKIMIA
Metabolisme glukosa reaksi cukup kompleks, membutuhkan insulin
Insulin berfungsi sebagai penghantar glukosa dari ekstrasel ke intrasel
Metabolisme glukosa : katabolisme/fase penggunaan glukosa & anabolisme/fase sintesa glukosa
Katabolisme : fase pemecahan glukosa menjadi molekul yang lebih kecil & dihasilkan energi dalam 3 proses katabolisme utama : glikolisis, siklus krebs, & glikogenolisis
Glikolisis : proses awal katabolisme glukosa; sudah terjadi pemecahan menjadi molekul yang lebih kecil & pelepasan energi
Siklus Krebs : atau siklus asam sitrat; siklus paling lengkap; perubahan kimia yang lebih jauh; menghasilkan CO2, H2O & energi. Merupakan gabungan karbohidrat, protein, lemak menjadi asetil-KoA. Asetil-KoA dengan asam dikarboksilat 4-karbon menghasilkan oksaloacetat dan sitrat. Selanjutnya dari serangkaian proses tersebut dilepaskan CO2, H2O & energi “Jalan Metabolisme Bersama” untuk karbohidrat, protein dan lemak.
Glikogenolisis adalah proses dimana glikogen dalam hati berubah bentuk menjadi glukosa dan kemudian dilepaskan ke sirkulasi untuk peningkatan gula darah.
Anabolisme karbohidrat sintesis glikogen & glukoneogenesis
Sintesa glikogen : perubahan glukosa, fruktosa & galaktosa menjadi glikogen proses ini sangat tergantung insulin.
Glukoneogenesis : transformasi dari asam piruvat & laktat menjadi glukosa atau glikogen yang digunakan sel untuk energi
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa metabolisme karbohidrat meliputi :
1.Transport aktif glukosa dari ekstrasel ke intrasel & metabolisme glukosa menghasilkan energi.
2.Penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen & lemak untuk persediaan energi.
3.Perubahan glikogen manjadi glukosa untuk digunakan saat gula darah menurun.
4.Perubahan protein menjadi glukosa jika persediaan glikogen & glukosa habis
Defisiensi insulin glukosa tidak dapat dihantarkan dari ekstrasel ke intrasel kebutuhan energi tidak terpenuhi kelemahan.
Kompensasi : lemak & protein tubuh dibakar, dari hasil pembakaran banyak diproduksi benda keton ketoasidosis.
Gula dalam darah meningkat hiperglikemia (N=>140 gr/dl, PP>200) hiperosmolar perpindahan cairan dari CIS ke CES dehidrasi.
Ambang daya tampung ginjal terhadap glukosa 180 mg/dl jika melampaui bocor glukosuria.
Menimbulkan 4 gejala utama diabetes mellitus : (1) Poliuri, (2) Polidipsi, (3) Poliphagia, (4) Penurunan berat badan.
PROSES FISIKA YANG TERJADI PADA DM
Gangguan vaskuler yang terjadi pada DM sesuai dengan hukum hidrodinamika dalam fisika yaitu hukum Poiseulle :
Q = pr4t
8ln
Q adalah volume cairan yang mengalir di dalam pipa dalam waktu t, p adalah perubahan tekanan pada ke-2 ujung pipa, r adalah radius pipa, l adalah panjang pipa dan n viskositas cairan.
Dari rumus diatas jika terdapat peningkatan viskositas, tekanan vaskular meningkat, mempersedikit jumlah cairan yang melalui pipa gangguan sirkulasi.
gangguan vaskularisasi :
ginjal : nefropati
mata : retinopati
Neurophati : kemungkinan disebabkan gangguan vaskularisasi & peningkatan gula darah yang dapat mengganggu proses metabolisme yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi neuron
Neurophati sensorik perlukaan gangguan vaskularisasi gangren
osteomyletis
KOMPLIKASI
Akut : hipoglikemia & ketoasidosis
Kronik : makroangiophati (atherosklerosis), mikroangiophati (retinophati, nephrophati), neurophati, mudah terinfeksi.
THERAPI INSULIN
Konsentrasi
Spuit
Persiapan
Penyimpanan
Penyuntikan sendiri
Rotasi penuntikan
KOMPLIKASI PENGOBATAN
Hipoglikemi
Lipodistropi
Alergi
Resisten insulin
Efek somogyi
PENANGANAN DM
Pengaturan makan
Latihan
Oral anti hiperglikemia insulin
Pendidikan kesehatan
Terjadi defisiensi Insulin kareba gangguan sel beta pankreas, kegemukan, stress. Kegemukan merupakan faktor predisposisi herediter. Kegemukan sering menjadi predisposisi NIDDM, sering muncul pada usia di atas 40 tahun.
ETIOLOGI DM
Pada IDDM biasa karena tidak adekuat produksi pankreas
Pada NIDDM karena terjadi peningkatan kebutuhan insulin
Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas, hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
PROSES BIOKIMIA
Metabolisme glukosa reaksi cukup kompleks, membutuhkan insulin
Insulin berfungsi sebagai penghantar glukosa dari ekstrasel ke intrasel
Metabolisme glukosa : katabolisme/fase penggunaan glukosa & anabolisme/fase sintesa glukosa
Katabolisme : fase pemecahan glukosa menjadi molekul yang lebih kecil & dihasilkan energi dalam 3 proses katabolisme utama : glikolisis, siklus krebs, & glikogenolisis
Glikolisis : proses awal katabolisme glukosa; sudah terjadi pemecahan menjadi molekul yang lebih kecil & pelepasan energi
Siklus Krebs : atau siklus asam sitrat; siklus paling lengkap; perubahan kimia yang lebih jauh; menghasilkan CO2, H2O & energi. Merupakan gabungan karbohidrat, protein, lemak menjadi asetil-KoA. Asetil-KoA dengan asam dikarboksilat 4-karbon menghasilkan oksaloacetat dan sitrat. Selanjutnya dari serangkaian proses tersebut dilepaskan CO2, H2O & energi “Jalan Metabolisme Bersama” untuk karbohidrat, protein dan lemak.
Glikogenolisis adalah proses dimana glikogen dalam hati berubah bentuk menjadi glukosa dan kemudian dilepaskan ke sirkulasi untuk peningkatan gula darah.
Anabolisme karbohidrat sintesis glikogen & glukoneogenesis
Sintesa glikogen : perubahan glukosa, fruktosa & galaktosa menjadi glikogen proses ini sangat tergantung insulin.
Glukoneogenesis : transformasi dari asam piruvat & laktat menjadi glukosa atau glikogen yang digunakan sel untuk energi
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa metabolisme karbohidrat meliputi :
1.Transport aktif glukosa dari ekstrasel ke intrasel & metabolisme glukosa menghasilkan energi.
2.Penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen & lemak untuk persediaan energi.
3.Perubahan glikogen manjadi glukosa untuk digunakan saat gula darah menurun.
4.Perubahan protein menjadi glukosa jika persediaan glikogen & glukosa habis
Defisiensi insulin glukosa tidak dapat dihantarkan dari ekstrasel ke intrasel kebutuhan energi tidak terpenuhi kelemahan.
Kompensasi : lemak & protein tubuh dibakar, dari hasil pembakaran banyak diproduksi benda keton ketoasidosis.
Gula dalam darah meningkat hiperglikemia (N=>140 gr/dl, PP>200) hiperosmolar perpindahan cairan dari CIS ke CES dehidrasi.
Ambang daya tampung ginjal terhadap glukosa 180 mg/dl jika melampaui bocor glukosuria.
Menimbulkan 4 gejala utama diabetes mellitus : (1) Poliuri, (2) Polidipsi, (3) Poliphagia, (4) Penurunan berat badan.
PROSES FISIKA YANG TERJADI PADA DM
Gangguan vaskuler yang terjadi pada DM sesuai dengan hukum hidrodinamika dalam fisika yaitu hukum Poiseulle :
Q = pr4t
8ln
Q adalah volume cairan yang mengalir di dalam pipa dalam waktu t, p adalah perubahan tekanan pada ke-2 ujung pipa, r adalah radius pipa, l adalah panjang pipa dan n viskositas cairan.
Dari rumus diatas jika terdapat peningkatan viskositas, tekanan vaskular meningkat, mempersedikit jumlah cairan yang melalui pipa gangguan sirkulasi.
gangguan vaskularisasi :
ginjal : nefropati
mata : retinopati
Neurophati : kemungkinan disebabkan gangguan vaskularisasi & peningkatan gula darah yang dapat mengganggu proses metabolisme yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi neuron
Neurophati sensorik perlukaan gangguan vaskularisasi gangren
osteomyletis
KOMPLIKASI
Akut : hipoglikemia & ketoasidosis
Kronik : makroangiophati (atherosklerosis), mikroangiophati (retinophati, nephrophati), neurophati, mudah terinfeksi.
THERAPI INSULIN
Konsentrasi
Spuit
Persiapan
Penyimpanan
Penyuntikan sendiri
Rotasi penuntikan
KOMPLIKASI PENGOBATAN
Hipoglikemi
Lipodistropi
Alergi
Resisten insulin
Efek somogyi
PENANGANAN DM
Pengaturan makan
Latihan
Oral anti hiperglikemia insulin
Pendidikan kesehatan
femosis
KONSEP DASAR
I.Definisi
Fimosis adalah suatu perkerutan atau penciutan kulit depan penis, Fimosis merupakan suatu keadaan normal yang sering dijumpai pada bayi baru lahir atau anak kecil dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya.
II.Etiologi
Fimosis dapat disebabkan oleh balanopostis. Balolopostis merupakan peradangan menyeluruh pada kepala penis (glans penis) dan kulitnya. Peradangan biasanya terjadi akiabat infeksi jamur atau bakteri dibawah kulit pada penis yang tidak disunat. Penis menjadi nyeri, gatal-gatal kemerahan dan membengkak serta bisa menybabkan penyempitan uretra.
III.Manifestasi klinik
Bayi atau anak sering menangis keras sebekum urine keluar. Keadaan demikian sebaiknya anak segera disunat, tapi kadang orang tua tidak tega karena anak masih kecil.
IV.Pemeriksaan penunjang
Pada klien dengan fimosis pemeriksaan yang perlu dilaksanakan sebagai penunjang dalam pengumpulan data adalah :
Pemeriksaan darah lengkap.
USG penis
Pemeriksaan kadar TSH
V.Pengobatan dan terapi
Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang prepusium dengan cara mendorong kebelakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan terjadi perlukaan, untuk menghindari infeksi luka tersebut diberikan salep antibiotic. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter (pada orang barat sunat dilakukan pada saat bayi baru lahir, tindakan ini dilakukan untuk menjaga kebersihan atau mencegah infeksi karena adanya smegma, bukan karena keagamaan).
Adnaya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap memandikan bayi sebaiknya prepusium didorong kebelakang dan kemudian dibersihkan dengan kapas yang diolesi air matang.
Pada anak dengan fimosis penatalaksanaan dilaksakan dengan :
I.Pengkajian
pada pasien fimosis, penis memiliki ukuran yang jauh dibawah rata-rata, anak susuah berkemih kadang-kadang sampai kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi atau anak sering menangis keras sebelum urine keluar, apabila sudah terjadi infeksi dibawah kulit pada penis yang tidak disunat penis menjadi nyeri, gatal-gatal, kemerahan dan membengkak serta bisa menyebabkan penyempitan uretra.
II.Diagnosa keperawatan
1.Nyeri b.d kesulitan berkemih karena terjadi penyempitan prepusium.
2.Resiko tinggi infeksi b.d penyempitan lubang prepusium.
III.Intervensi
I.Diagnosa 1.
Nyeri b.d kesulitan berkemih karena terjadi penyempitan prepusium.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang.
KH :
nyeri berkurang atau hilang
mengidentifikasi sumber nyeri
mengidentifikasi aktifitas yag meningkatkan dan menurunkan nyeri.
Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi
1.a. kaji pengalaman nyeri anak.
b. tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri.
c. minta anak untuk menunjukan area yang sakit.
2.tingkatkan rasa nyaman.
3.alihkan perhatian anak dg cerita maupun mainan.
4.Bantu anak mengatasi akibat nyeri dengan cara :
a.Katakan pada anak kapan prosedur yang menyakitkan akan segera berakhir.
b.Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah selesai.
c.Berikan dorongan pada anak untuk menggambarkan nyerinya.
II.Diagnosa II
Resiko tinggi infeksi b.d penyempitan lubang prepusium.
Tujuan : setelah dilkukan perawatan 2x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi.
KH : bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di RS.
Intervensi :
a.pantau terhadap tanda2 infeksi ( misi letargi, kesulitan makan, muntah, kestabilan suhu, dan perubahan warna tersembunyi)
b.ajarkan tanda infeksi pada daerah sirkumsisi (misi perdarahan, peningkatan kememerahan, atau bengkak yang tidak biasanya)
c.kurangi kerentanan individu terhadap infeksi.
I.Definisi
Fimosis adalah suatu perkerutan atau penciutan kulit depan penis, Fimosis merupakan suatu keadaan normal yang sering dijumpai pada bayi baru lahir atau anak kecil dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya.
II.Etiologi
Fimosis dapat disebabkan oleh balanopostis. Balolopostis merupakan peradangan menyeluruh pada kepala penis (glans penis) dan kulitnya. Peradangan biasanya terjadi akiabat infeksi jamur atau bakteri dibawah kulit pada penis yang tidak disunat. Penis menjadi nyeri, gatal-gatal kemerahan dan membengkak serta bisa menybabkan penyempitan uretra.
III.Manifestasi klinik
Bayi atau anak sering menangis keras sebekum urine keluar. Keadaan demikian sebaiknya anak segera disunat, tapi kadang orang tua tidak tega karena anak masih kecil.
IV.Pemeriksaan penunjang
Pada klien dengan fimosis pemeriksaan yang perlu dilaksanakan sebagai penunjang dalam pengumpulan data adalah :
Pemeriksaan darah lengkap.
USG penis
Pemeriksaan kadar TSH
V.Pengobatan dan terapi
Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang prepusium dengan cara mendorong kebelakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan terjadi perlukaan, untuk menghindari infeksi luka tersebut diberikan salep antibiotic. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter (pada orang barat sunat dilakukan pada saat bayi baru lahir, tindakan ini dilakukan untuk menjaga kebersihan atau mencegah infeksi karena adanya smegma, bukan karena keagamaan).
Adnaya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap memandikan bayi sebaiknya prepusium didorong kebelakang dan kemudian dibersihkan dengan kapas yang diolesi air matang.
Pada anak dengan fimosis penatalaksanaan dilaksakan dengan :
I.Pengkajian
pada pasien fimosis, penis memiliki ukuran yang jauh dibawah rata-rata, anak susuah berkemih kadang-kadang sampai kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi atau anak sering menangis keras sebelum urine keluar, apabila sudah terjadi infeksi dibawah kulit pada penis yang tidak disunat penis menjadi nyeri, gatal-gatal, kemerahan dan membengkak serta bisa menyebabkan penyempitan uretra.
II.Diagnosa keperawatan
1.Nyeri b.d kesulitan berkemih karena terjadi penyempitan prepusium.
2.Resiko tinggi infeksi b.d penyempitan lubang prepusium.
III.Intervensi
I.Diagnosa 1.
Nyeri b.d kesulitan berkemih karena terjadi penyempitan prepusium.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang.
KH :
nyeri berkurang atau hilang
mengidentifikasi sumber nyeri
mengidentifikasi aktifitas yag meningkatkan dan menurunkan nyeri.
Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi
1.a. kaji pengalaman nyeri anak.
b. tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri.
c. minta anak untuk menunjukan area yang sakit.
2.tingkatkan rasa nyaman.
3.alihkan perhatian anak dg cerita maupun mainan.
4.Bantu anak mengatasi akibat nyeri dengan cara :
a.Katakan pada anak kapan prosedur yang menyakitkan akan segera berakhir.
b.Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah selesai.
c.Berikan dorongan pada anak untuk menggambarkan nyerinya.
II.Diagnosa II
Resiko tinggi infeksi b.d penyempitan lubang prepusium.
Tujuan : setelah dilkukan perawatan 2x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi.
KH : bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di RS.
Intervensi :
a.pantau terhadap tanda2 infeksi ( misi letargi, kesulitan makan, muntah, kestabilan suhu, dan perubahan warna tersembunyi)
b.ajarkan tanda infeksi pada daerah sirkumsisi (misi perdarahan, peningkatan kememerahan, atau bengkak yang tidak biasanya)
c.kurangi kerentanan individu terhadap infeksi.
Jumat, 03 April 2009
TUMOR PARU
TUMOR PARU
PENGERTIAN
Tumor : Pembengkakan, tumor ganas dan tumor jinak.
Tumor adalah Neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal.
Tumor adalah Benjolan-benjolan berbentuk bulat atau berbenjol-benjol terdapat pada organ, berbatas tegas dengan konsistensi yang kenyal
Tumor terjadi dengan adanya masa laten yang sangat panjang dengan titik mulai yang tidak teridentifikasi.
1.Anatomi fisiologi
a.Anatomi saluran pernafasan
Saluran pernafasan dimulai dari hidung, nasofaring, mulut, orofaring, laring, trachea, bronkhus kiri dan kanan, bronkhiolus dan alveolus.
Paru – paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau thoraks kedua paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dari paru kiri.
b.Fisiologi
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9 segmen. Proses patologis seperti atelektasis dan pneumonia seringkali hanya terbatas pada satu lobus dan segmen saja. Karena itu pengetahuan tentang anatomi segmen-segmen paru penting sekali, tidak hanya untuk ahli radiologi, bronkoskopi dan ahli bedah toraks, tetapi juga bagi perawat dan ahli terapi pernapasan, perlu mengetahui dengan tepat letak lesi agar dapat menerapkan keahlian mereka sebagaimana mestinya.
Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit untuk dipisahkan.
Jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah :
1. Hidung
2. Pharynx
3. Larynx
4. Trachea
5. Bronchus dan bronchiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu ; disaring, dihangatkan, dilembabkan.Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa.Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar.
Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100 %.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu kuda yang panjangnya 5 inchi. Struktur trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal bronchial.
Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.
Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas.
Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis.
Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Pleura ada 2 macam yaitu pleura parietal yang melapisi rongga dada/thoraks dan pleura viceralis yang menutupi setiap paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru. Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchialis menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengeluarkan darah vena campuran ke paru-paru di mana darah itu mengambil bagian dalam pertukaran gas.
2.Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a. Penyebab kimiawi.
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada golongan darah O.Selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran.Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus. Pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
f. Faktor hormon.
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
3.Klasifikasi Tumor
Tumor secara umum dibedakan atas tumor jinak (benigna) dan tumor ganas(maligna). Perbedaan keduanya dapat dituliskan sebagai berikut :
Tumor Benigna Tumor Maligna
1. Sering disebut tumor
2. Tidak menyebar
3. Tidak mengancam hidup
4. Dapat dioperasi dengan baik
5. Pertumbuhannya lambat
6. Beberapa gambaran mitosis
7. Tumbuh ekspansif
8. Encapsulation biasanya ada
1. Disebut kanker
2. Sering metastasis
3. Kematian tinggi
4. Sulit dioperasi
5. Tumbuh cepat
6. Banyak gambaran mitosis
7. Tumbuh infiltratif
8. Psudoencapsulation
4. Insiden
Lebih dari 1,3 juta kasus baru kanker paru yaitu stadium lanjutan dari Tumor Paru dan bronkus di seluruh dunia, menyebabkan 1,1 juta kematian tiap tahunnya. Dari jumlah insiden dan prevalensi di dunia, kawasan Asia, Australasia, dan Timur Jauh berada pada tingkat pertama dengan estimasi kasus lebih dari 670 ribu dengan angka kematian mencapai lebih dari 580 ribu orang. Sampai saat ini kanker paru masih menjadi masalah besar di dunia kedokteran. Kanker paru sulit terdeteksi dan tanpa gejala pada tahap awal. Sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru melakukan reproduksi liar sehingga menyebabkan tumbuhnya tumor yang menghambat dan menghentikan fungsi paru-paru sebagaimana mestinya. Besarnya ukuran paru-paru menyebabkan kanker tumbuh bertahun-tahun tak terdeteksi dan tanpa gejala. penyakit ini baru bisa dideteksi setelah kanker mencapai stadium lanjut.
Tingkatan
Stadium I Pertumbuhan kanker masih terbatas pada paru-paru dan dikelilingi oleh jaringan paru-paru
Stadium II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium III Kanker telah menyebar keluar paru-paru
Stadium IIIa Kanker dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IIIb Kanker tidak dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IV Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian tubuh lainnya. Kondisi ini dinamai metastase
Di Indonesia, kanker paru menjadi penyebab kematian utama kaum pria dan lebih dari 70 % kasus kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut (stadium IIIb atau IV) sehingga hanya 5 % penderita yang bisa bertahan hidup hingga 5 tahun setelah dinyatakan positif.
5. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memici timbulnya penyakit tumor.
Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan.
6. Manifestasi Klinik
Secara umum manifestasi klinik pada penderita tumor yaitu :
a. Terdapat lesi pada organ yang biasanya tidak terasa nyeri terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur.
b. Adanya perlekatan pada kulit/organ, lekukan pada kulit akibat distorsi ligamentum (coperr) dan rasa sedikit tidak enak atau tegang.
c. Terjadi retraksi pada organ.
d. Pembengkakan local pada organ yang terkena.
e. Terjadi eritema atau nyeri local
f. Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dapat terjadi pecahnya benjolan-benjolan pada kulit dan ulserasi.
Sedangkan manifestasi klinik pada penderita tumor yaitu
a.Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
b. Napas pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk berdarah dan berdahak
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan
7. Diagnostik Test
a. Rontgen, Untuk melihat sejauh mana perkembangan/metastase dari tumor tersebut mengenai organ.
b. Biopsy bedah, biasanya digunakan di unit rawat jalan dengan menggunakan anastesi local.
c. Aspirasi jarum halus, dilakukan di unit rawat jalan dan biasanya dilakukan ketika lesi dideteksi melalui pemeriksaan fisik.
d. Tes laboratorium, dengan mengambil darah.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor.Dalam melakukan tindakan bedah ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan :
1. Eksisi tidak hanya terbatas pada bagian utama tumor tapi eksisi juga harus dilakukan terhadap jaringan normal sekitar jaringan tumor. Cara ini akan memberikan hasil operasi yang lebih baik.
2. Ternyata operasi pertama memberikan harapan sukses yang lebih tinggi. Operasi selanjutnya akan memberikan hasil yang lebih rendah.
3. Metastase ke kelenjar getah bening umumnya terjadi pada setiap tumor sehingga pengangkatan kelenjar dianjurkan pada tindakan bedah.
4. Dalam melakukan tindakan bedah sebaiknya dilakukan pendekatan interdisipliner sehingga dapat dijabarkan kemungkinan tindakan pre dan post bedah harus dilakukan.
5. Satu hal yang mutlak dilakukan sebelum bedah adalah menentukan stadium tumor dan melihat pola pertumbuhan (growth pattern) tumor tersebut.
b. Obat-obatan
1). Immunoterapi : Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
2). Kemoterapi : Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
c. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
Untuk mencapai target ini, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.Meninggikan radiosensitifitas dan oksigenasi. Sel akan sensitive jika mempunyai oksigen. Siatu sel yang hipoksia akan kurang sensitive terhadap ionisasi/radiasi.
2.Mengarahkan radiasi lebih terfokus pada jaringan tumor saja, misalnya dengan melakukan penyinaran yang mobile.
3.Membagi-bagi dosis secara series sehingga jaringan tidak mendapat beban radiasi yang berat yang dapat turut merusak jaringan normal.
PENGERTIAN
Tumor : Pembengkakan, tumor ganas dan tumor jinak.
Tumor adalah Neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal.
Tumor adalah Benjolan-benjolan berbentuk bulat atau berbenjol-benjol terdapat pada organ, berbatas tegas dengan konsistensi yang kenyal
Tumor terjadi dengan adanya masa laten yang sangat panjang dengan titik mulai yang tidak teridentifikasi.
1.Anatomi fisiologi
a.Anatomi saluran pernafasan
Saluran pernafasan dimulai dari hidung, nasofaring, mulut, orofaring, laring, trachea, bronkhus kiri dan kanan, bronkhiolus dan alveolus.
Paru – paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau thoraks kedua paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dari paru kiri.
b.Fisiologi
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9 segmen. Proses patologis seperti atelektasis dan pneumonia seringkali hanya terbatas pada satu lobus dan segmen saja. Karena itu pengetahuan tentang anatomi segmen-segmen paru penting sekali, tidak hanya untuk ahli radiologi, bronkoskopi dan ahli bedah toraks, tetapi juga bagi perawat dan ahli terapi pernapasan, perlu mengetahui dengan tepat letak lesi agar dapat menerapkan keahlian mereka sebagaimana mestinya.
Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit untuk dipisahkan.
Jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah :
1. Hidung
2. Pharynx
3. Larynx
4. Trachea
5. Bronchus dan bronchiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu ; disaring, dihangatkan, dilembabkan.Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa.Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar.
Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100 %.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu kuda yang panjangnya 5 inchi. Struktur trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal bronchial.
Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.
Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas.
Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis.
Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Pleura ada 2 macam yaitu pleura parietal yang melapisi rongga dada/thoraks dan pleura viceralis yang menutupi setiap paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru. Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchialis menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengeluarkan darah vena campuran ke paru-paru di mana darah itu mengambil bagian dalam pertukaran gas.
2.Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a. Penyebab kimiawi.
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada golongan darah O.Selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran.Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus. Pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
f. Faktor hormon.
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
3.Klasifikasi Tumor
Tumor secara umum dibedakan atas tumor jinak (benigna) dan tumor ganas(maligna). Perbedaan keduanya dapat dituliskan sebagai berikut :
Tumor Benigna Tumor Maligna
1. Sering disebut tumor
2. Tidak menyebar
3. Tidak mengancam hidup
4. Dapat dioperasi dengan baik
5. Pertumbuhannya lambat
6. Beberapa gambaran mitosis
7. Tumbuh ekspansif
8. Encapsulation biasanya ada
1. Disebut kanker
2. Sering metastasis
3. Kematian tinggi
4. Sulit dioperasi
5. Tumbuh cepat
6. Banyak gambaran mitosis
7. Tumbuh infiltratif
8. Psudoencapsulation
4. Insiden
Lebih dari 1,3 juta kasus baru kanker paru yaitu stadium lanjutan dari Tumor Paru dan bronkus di seluruh dunia, menyebabkan 1,1 juta kematian tiap tahunnya. Dari jumlah insiden dan prevalensi di dunia, kawasan Asia, Australasia, dan Timur Jauh berada pada tingkat pertama dengan estimasi kasus lebih dari 670 ribu dengan angka kematian mencapai lebih dari 580 ribu orang. Sampai saat ini kanker paru masih menjadi masalah besar di dunia kedokteran. Kanker paru sulit terdeteksi dan tanpa gejala pada tahap awal. Sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru melakukan reproduksi liar sehingga menyebabkan tumbuhnya tumor yang menghambat dan menghentikan fungsi paru-paru sebagaimana mestinya. Besarnya ukuran paru-paru menyebabkan kanker tumbuh bertahun-tahun tak terdeteksi dan tanpa gejala. penyakit ini baru bisa dideteksi setelah kanker mencapai stadium lanjut.
Tingkatan
Stadium I Pertumbuhan kanker masih terbatas pada paru-paru dan dikelilingi oleh jaringan paru-paru
Stadium II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium III Kanker telah menyebar keluar paru-paru
Stadium IIIa Kanker dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IIIb Kanker tidak dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IV Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian tubuh lainnya. Kondisi ini dinamai metastase
Di Indonesia, kanker paru menjadi penyebab kematian utama kaum pria dan lebih dari 70 % kasus kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut (stadium IIIb atau IV) sehingga hanya 5 % penderita yang bisa bertahan hidup hingga 5 tahun setelah dinyatakan positif.
5. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memici timbulnya penyakit tumor.
Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan.
6. Manifestasi Klinik
Secara umum manifestasi klinik pada penderita tumor yaitu :
a. Terdapat lesi pada organ yang biasanya tidak terasa nyeri terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur.
b. Adanya perlekatan pada kulit/organ, lekukan pada kulit akibat distorsi ligamentum (coperr) dan rasa sedikit tidak enak atau tegang.
c. Terjadi retraksi pada organ.
d. Pembengkakan local pada organ yang terkena.
e. Terjadi eritema atau nyeri local
f. Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dapat terjadi pecahnya benjolan-benjolan pada kulit dan ulserasi.
Sedangkan manifestasi klinik pada penderita tumor yaitu
a.Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
b. Napas pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk berdarah dan berdahak
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan
7. Diagnostik Test
a. Rontgen, Untuk melihat sejauh mana perkembangan/metastase dari tumor tersebut mengenai organ.
b. Biopsy bedah, biasanya digunakan di unit rawat jalan dengan menggunakan anastesi local.
c. Aspirasi jarum halus, dilakukan di unit rawat jalan dan biasanya dilakukan ketika lesi dideteksi melalui pemeriksaan fisik.
d. Tes laboratorium, dengan mengambil darah.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor.Dalam melakukan tindakan bedah ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan :
1. Eksisi tidak hanya terbatas pada bagian utama tumor tapi eksisi juga harus dilakukan terhadap jaringan normal sekitar jaringan tumor. Cara ini akan memberikan hasil operasi yang lebih baik.
2. Ternyata operasi pertama memberikan harapan sukses yang lebih tinggi. Operasi selanjutnya akan memberikan hasil yang lebih rendah.
3. Metastase ke kelenjar getah bening umumnya terjadi pada setiap tumor sehingga pengangkatan kelenjar dianjurkan pada tindakan bedah.
4. Dalam melakukan tindakan bedah sebaiknya dilakukan pendekatan interdisipliner sehingga dapat dijabarkan kemungkinan tindakan pre dan post bedah harus dilakukan.
5. Satu hal yang mutlak dilakukan sebelum bedah adalah menentukan stadium tumor dan melihat pola pertumbuhan (growth pattern) tumor tersebut.
b. Obat-obatan
1). Immunoterapi : Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
2). Kemoterapi : Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
c. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
Untuk mencapai target ini, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.Meninggikan radiosensitifitas dan oksigenasi. Sel akan sensitive jika mempunyai oksigen. Siatu sel yang hipoksia akan kurang sensitive terhadap ionisasi/radiasi.
2.Mengarahkan radiasi lebih terfokus pada jaringan tumor saja, misalnya dengan melakukan penyinaran yang mobile.
3.Membagi-bagi dosis secara series sehingga jaringan tidak mendapat beban radiasi yang berat yang dapat turut merusak jaringan normal.
ISCHEMIC HEART DISEASE (IHD) jantung koroner
ISCHEMIC HEART DISEASE (IHD)
A.Pengertian.
Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.
B.Manifestasi klinik
Angina pectoris merupakan manifestasi klinik yang sering dijumpai. Manifestasi klinik yang lain adalah Angina stabil, Angina Prinzmetal, Angina tak Stabil, Infark Miokard, Silent Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung, Disritmia cordis.
C.Pathofisiologi
1.Perubahan awal
terjadinya penimbunan plak-plak aterosklerosis
2.Perubahan intermediate
Plak semakin besar dan terjadi obstruksi dari lumen arteri koroner epikardium. Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sebanyak 2-3 kali lipat akibat olahraga tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini disebut Iskemia dan manifestasinya dapat berupa Angina atau nyeri pada dada akibat kerja jantung yang meningkat
3.Perubahan akhir
Terjadi ruptur pada ‘cap’ atau bagian superficial dari plak sehingga akan terjadi suatu situasi yang tidak stabil dan bebagai macam manifestasi klinik seperti Angina at rest atau Infark Miokard. Dengan terpaparnya isi plak dengan darah, akan memicu serangkaian proses platetel agregasi yang pada akhirnya akan menambah obstruksi dari lumen pembuluh darah tersebut
4.Iskemia miokard
Peristiwa ini akan menimbulkan serangkaian perubahan pada fungsi diastolik, lalu kemudian pada fungsi sistolik. Menyusul dengan perubahan impuls listrik (gelombang ST-T) dan akhirnya timbullah keadaan Infark Miokard.
Angina stabil : Bila obstruksi pada arteri koroner ≥ 75%
Unstable angina : Bila terjadi ruptur dari plak ateromatosa
Angina Prinzmetal : Bila terjadi vasospasme dari arteri koroner utama
D.Faktor Resiko
1.Alkohol
Konsumsi yang berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan insiden kanker mulut dan kanker esophagus, dan lain sebagainya.
2.Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus sudah sejak lama dikenal sebagai faktor resiko independen yang dapat menyebabkan berbagai macam kelainan kardiovaskular. Sebuah teori mengatakan bahwa salah satu dari tipe Diabetes dihubungkan dengan kelainan intrinsik primer dimana sel-sel akan berumur pendek sehingga terjadi peningkatan pergantian sel. Selain itu disfungsi trombosit pada diabetes juga menyumbang peran yang berarti.
3.Obat-obatan
Beberapa obat dapat menyebabkan hipertensi, seperti golongan Mineralokortikoid, NSAIDs, Amfetamin, Antidepresan trisiklik, dan lain lain.
4.Exercise / Latihan fisik
Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Olahraga juga dapat meningkatkan cardiac output, dengan cara :
Meningkatkan kontraktilitas dan otot-otot miokardium sehingga dapat dicapai stroke volume yang maksimal.
Meningkatkan jumlah kapiler-kapiler di miokard.
Menurunkan denyut jantung saat istirahat.
Menurunkan resistensi perifer saat istirahat.
5.Hiperlipoproteinemia
Semakin banyak lipoprotein yang beredar dalam darah, akan semakin besar kemungkinan bagi mereka untuk memasuki dinding arteri. Bila dalam jumlah besar maka akan melampaui kemampuan sel otot polos untuk memetabolismenya sehingga lemak akan terakumulasi pada dinding arteri.
6.Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling penting dalam penyakit kardiovaskular. Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel di tempat yang mengalami tekanan tinggi.
7.Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan Diabetes tipe 2, dan berbagai kondisi lainnya.
8.Asupan garam yang berlebihan
Pembatasan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah 1-10 mmHg. Asupan yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air, sehingga menambah beban jantung.
9.Merokok
Efek rokok pada sistem kardiovaskular :
Nikotin mempunyai efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet darah.
Inhalasi karbon monoksida mengurangi kapasitas eritrosit membawa oksigen. Selain itu juga meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, meningkatkan platelet adhesiveness dan katekolamin plasma.
E.Pemeriksaan penunjang
1.EKG (Elektrokardiografi)
Adanya gelombang patologik disertai peninggian S-T segmen yang konveks dan diikuti gelombang T yang negative dan simetrik. Kelainan Q menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).
2.Laboratorium
Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat
Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/mL.
SGOT (Serum Gluramic Oxalotransaminase Test)
Nomal kurang dari 12 mU/mL. kadar enzim ini naik pada 12-24 jam setelah serangan.
LDH (Lactic De-Hydrogenase)
Normal kurang dari 195 mU/mL. kadar enzim biasanya baru mulai naik setelah 48 jam.
3.Pemeriksaan lain : Ditemukan peninggian LED, Lekositosis ringan, dan kadang Hiperglikemi ringan.
4.Kateterisasi : Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
5.Radiology : Pembesaran dari jantung.
F.Komplikasi
1.Gagal Ginjal Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding yang abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung. Dengan berkuragnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, volume kuncup berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat. Akibatnya tekanan vena pulmonalis meningkat dan dapat menyebabkan transudasi, hingga udem paru sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan.
2.Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversible, yaitu:
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru
3.Disfungsi otot Papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katub ke dalam atrium selama sistolik.
4.Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5.Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
6.Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan factor predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus terlepas dan dapat terjadi embolisme sistemik.
7.Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung kontak dengan pericardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan raeksi peradangan. Kadang terjadi efusi pericardial.
8.Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleura pericardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
9.Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktifitas listrik sel.
G.Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1.Nyeri b/d ketidakseimbanmgan suplai O2 dengan tuntutan kebutuhan miokard.
Tujuan: pasien akan mengungkapkan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
Kaji orisinal pain: lokasi, lamanya, radiasi, terjadinya, gejala baru.
Kaji kegiatan sebelumnya yang menyebabkan chest pain.
Buat 12 lead ECG selama anginal pain episode.
Kaji tanda-tanda hypoxemia, beri terapi O2 jika perlu.
Beri analgesik sesuai petunjuk.
Mempertahankan istirahat untuk 24-30 jam selama episode sakit
Periksa TTV selama periode sakit
2.Cardiac out put menurun b/d faktor-faktor elektrik (disritmia), penurunan kontraksi miokard, kelainan struktur (disfungsi muskulus papilaris dan ruptur septum ventrikel)
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan keadaan jantung yang stabil atau baik setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
Pasang IV line
Pertahankan bed rest dengan kepala elevasi 30o selama 24-48 jam pertama
Kaji dan monitor TTV dan hemodinamik per 1-2 jam
Monitor dan catat EKG secara continue untuk mengkaji rate, ritme, dan setipa perubahan per 2 atau 4 jam.
Kaji dan laporkan tanda penurunan CO
3.Kecemasa meningkat b/d keutuhan tubuh terancam
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan kecemasannya berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan
Lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan dengan menciptakan lingkungan tenang
Temani pasien selama periode kecemasan tinggi
Berikan penjelasan mengenai prosedur dan pengobatan
Dorong pasien mengekspresikan perasaan
Rujuk ke penasehat spiritual jika perlu
4.Intoleransi aktivitas b/d insufisiensi O2 untuk aktivitas hidup sekunder akibat iskemia jantung
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/ maju denga frekuensi jantung dan TD dalam batas normal setelah dilakukan tndakan keperawatan.
Intervensi:
Dokumenstrasikan frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
Batasi pengunjung
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh: mengejan saat defekasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, Marlyn. 1989. Nursing Care Plans second edition. Philadelphia: FA Davis Company
2000. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Long, Barbara C. 1989. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Ikatan Alumni Pendidikan & Keperawatan Padjajaran Bandung
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit edsi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol. 1. Jakarta: EGC
A.Pengertian.
Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.
B.Manifestasi klinik
Angina pectoris merupakan manifestasi klinik yang sering dijumpai. Manifestasi klinik yang lain adalah Angina stabil, Angina Prinzmetal, Angina tak Stabil, Infark Miokard, Silent Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung, Disritmia cordis.
C.Pathofisiologi
1.Perubahan awal
terjadinya penimbunan plak-plak aterosklerosis
2.Perubahan intermediate
Plak semakin besar dan terjadi obstruksi dari lumen arteri koroner epikardium. Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sebanyak 2-3 kali lipat akibat olahraga tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini disebut Iskemia dan manifestasinya dapat berupa Angina atau nyeri pada dada akibat kerja jantung yang meningkat
3.Perubahan akhir
Terjadi ruptur pada ‘cap’ atau bagian superficial dari plak sehingga akan terjadi suatu situasi yang tidak stabil dan bebagai macam manifestasi klinik seperti Angina at rest atau Infark Miokard. Dengan terpaparnya isi plak dengan darah, akan memicu serangkaian proses platetel agregasi yang pada akhirnya akan menambah obstruksi dari lumen pembuluh darah tersebut
4.Iskemia miokard
Peristiwa ini akan menimbulkan serangkaian perubahan pada fungsi diastolik, lalu kemudian pada fungsi sistolik. Menyusul dengan perubahan impuls listrik (gelombang ST-T) dan akhirnya timbullah keadaan Infark Miokard.
Angina stabil : Bila obstruksi pada arteri koroner ≥ 75%
Unstable angina : Bila terjadi ruptur dari plak ateromatosa
Angina Prinzmetal : Bila terjadi vasospasme dari arteri koroner utama
D.Faktor Resiko
1.Alkohol
Konsumsi yang berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan insiden kanker mulut dan kanker esophagus, dan lain sebagainya.
2.Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus sudah sejak lama dikenal sebagai faktor resiko independen yang dapat menyebabkan berbagai macam kelainan kardiovaskular. Sebuah teori mengatakan bahwa salah satu dari tipe Diabetes dihubungkan dengan kelainan intrinsik primer dimana sel-sel akan berumur pendek sehingga terjadi peningkatan pergantian sel. Selain itu disfungsi trombosit pada diabetes juga menyumbang peran yang berarti.
3.Obat-obatan
Beberapa obat dapat menyebabkan hipertensi, seperti golongan Mineralokortikoid, NSAIDs, Amfetamin, Antidepresan trisiklik, dan lain lain.
4.Exercise / Latihan fisik
Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Olahraga juga dapat meningkatkan cardiac output, dengan cara :
Meningkatkan kontraktilitas dan otot-otot miokardium sehingga dapat dicapai stroke volume yang maksimal.
Meningkatkan jumlah kapiler-kapiler di miokard.
Menurunkan denyut jantung saat istirahat.
Menurunkan resistensi perifer saat istirahat.
5.Hiperlipoproteinemia
Semakin banyak lipoprotein yang beredar dalam darah, akan semakin besar kemungkinan bagi mereka untuk memasuki dinding arteri. Bila dalam jumlah besar maka akan melampaui kemampuan sel otot polos untuk memetabolismenya sehingga lemak akan terakumulasi pada dinding arteri.
6.Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling penting dalam penyakit kardiovaskular. Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel di tempat yang mengalami tekanan tinggi.
7.Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan Diabetes tipe 2, dan berbagai kondisi lainnya.
8.Asupan garam yang berlebihan
Pembatasan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah 1-10 mmHg. Asupan yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air, sehingga menambah beban jantung.
9.Merokok
Efek rokok pada sistem kardiovaskular :
Nikotin mempunyai efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet darah.
Inhalasi karbon monoksida mengurangi kapasitas eritrosit membawa oksigen. Selain itu juga meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, meningkatkan platelet adhesiveness dan katekolamin plasma.
E.Pemeriksaan penunjang
1.EKG (Elektrokardiografi)
Adanya gelombang patologik disertai peninggian S-T segmen yang konveks dan diikuti gelombang T yang negative dan simetrik. Kelainan Q menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).
2.Laboratorium
Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat
Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/mL.
SGOT (Serum Gluramic Oxalotransaminase Test)
Nomal kurang dari 12 mU/mL. kadar enzim ini naik pada 12-24 jam setelah serangan.
LDH (Lactic De-Hydrogenase)
Normal kurang dari 195 mU/mL. kadar enzim biasanya baru mulai naik setelah 48 jam.
3.Pemeriksaan lain : Ditemukan peninggian LED, Lekositosis ringan, dan kadang Hiperglikemi ringan.
4.Kateterisasi : Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
5.Radiology : Pembesaran dari jantung.
F.Komplikasi
1.Gagal Ginjal Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding yang abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung. Dengan berkuragnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, volume kuncup berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat. Akibatnya tekanan vena pulmonalis meningkat dan dapat menyebabkan transudasi, hingga udem paru sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan.
2.Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversible, yaitu:
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru
3.Disfungsi otot Papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katub ke dalam atrium selama sistolik.
4.Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5.Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
6.Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan factor predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus terlepas dan dapat terjadi embolisme sistemik.
7.Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung kontak dengan pericardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan raeksi peradangan. Kadang terjadi efusi pericardial.
8.Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleura pericardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
9.Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktifitas listrik sel.
G.Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1.Nyeri b/d ketidakseimbanmgan suplai O2 dengan tuntutan kebutuhan miokard.
Tujuan: pasien akan mengungkapkan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
Kaji orisinal pain: lokasi, lamanya, radiasi, terjadinya, gejala baru.
Kaji kegiatan sebelumnya yang menyebabkan chest pain.
Buat 12 lead ECG selama anginal pain episode.
Kaji tanda-tanda hypoxemia, beri terapi O2 jika perlu.
Beri analgesik sesuai petunjuk.
Mempertahankan istirahat untuk 24-30 jam selama episode sakit
Periksa TTV selama periode sakit
2.Cardiac out put menurun b/d faktor-faktor elektrik (disritmia), penurunan kontraksi miokard, kelainan struktur (disfungsi muskulus papilaris dan ruptur septum ventrikel)
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan keadaan jantung yang stabil atau baik setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
Pasang IV line
Pertahankan bed rest dengan kepala elevasi 30o selama 24-48 jam pertama
Kaji dan monitor TTV dan hemodinamik per 1-2 jam
Monitor dan catat EKG secara continue untuk mengkaji rate, ritme, dan setipa perubahan per 2 atau 4 jam.
Kaji dan laporkan tanda penurunan CO
3.Kecemasa meningkat b/d keutuhan tubuh terancam
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan kecemasannya berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan
Lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan dengan menciptakan lingkungan tenang
Temani pasien selama periode kecemasan tinggi
Berikan penjelasan mengenai prosedur dan pengobatan
Dorong pasien mengekspresikan perasaan
Rujuk ke penasehat spiritual jika perlu
4.Intoleransi aktivitas b/d insufisiensi O2 untuk aktivitas hidup sekunder akibat iskemia jantung
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/ maju denga frekuensi jantung dan TD dalam batas normal setelah dilakukan tndakan keperawatan.
Intervensi:
Dokumenstrasikan frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
Batasi pengunjung
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh: mengejan saat defekasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, Marlyn. 1989. Nursing Care Plans second edition. Philadelphia: FA Davis Company
2000. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Long, Barbara C. 1989. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Ikatan Alumni Pendidikan & Keperawatan Padjajaran Bandung
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit edsi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol. 1. Jakarta: EGC
Langganan:
Postingan (Atom)